Wednesday, August 21, 2013

Masalah Sosial Tak Ditangani Profesional

MENANGANI masalah sosial dan penyandang masalah sosial terkesan muda dilakukan. Namun bila penanganannya dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian tentang masalah sosial, tentu berdampak kurang baik bagi orang yang ditangani. Hal ini pula yang masih terjadi di NTT. Masih banyak panti-panti sosial yang tidak ditangani secara benar oleh orang yang memiliki kapasitas tersebut.

Marianus Jago, S.St, Pembantu Direktur I Bidang Akademik Akademi Pekerja Sosial (APS) Kupang dalam perbincangan dengan Pos Kupang belum lama ini, mengatakan, penanganan terhadap masalah sosial dan penyandang masalah sosial tidak bisa dilakukan seadanya saja.

Ada mekanisme, bahkan diperlukan teknik, metode dan etika dan hanya tenaga pekerja sosial profesional yang memiliki kapasitas itu. Namun sejauh ini, pemerintah selalu pengelola panti-panti negeri belum memaksimalkan tenaga- tenaga pekerja sosial profesional.  Minimnya jumlah tenaga pekerja sosial profesional juga mendorong berdirinya APS di Kupang. Berikut petikan perbincangan dengan Marianus Jago.

Anda menjadi salah satu pimpinan di lembaga APS ini. Ceritakan sejarah berdirinya lembaga ini?
Awal berdiri lembaga pendidikan ini hanya dengan 10 mahasiswa, lalu berkembang menjadi 15 orang, menjadi 25 dan kini sudah banyak.  Pada intinya, ide dasar pendirian lembaga ini oleh Bapak John Mboeik yang kini menjabat direktur. Pak John Mboeik merupakan pensiunan  Kantor Dinas Sosial yang dulunya Kanwil Departemen Sosial NTT serta dua orang lagi yaitu Bapak Nani Dama dan Us Manukoa.

Mereka mendirikan sekolah ini dengan pertimbangan di NTT masih minim sekali tenaga sosial profesional yang ada di panti-panti sosial. Dan, setelah survai, mereka mendirikan APS ini dengan tujuan agar di panti-panti sosial itu perlu ada tenaga-tenaga pendamping dengan back ground sebagai tenaga pekerja sosial profesional. Nah, yang ada saat ini di Indonesia hanya di Bandung yaitu Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS).

Sedangkan di wilayah timur Indonesia ini tidak ada sekolah yang sama,  sehingga beliau-beliau membuka sekolah itu dengan tujuan agar tenaga-tenaga sosial profesional di panti-panti perlu ada.

Lalu, siapa saja  yang bekerja di panti-panti sosial di NTT?
Yang ada sekarang adalah banyak panti-panti sosial tapi yang bina bukan orang-orang tenaga profesional pekerja sosial yang notabene tingkat keahlian, profesionalnya tidak sesuai dengan ilmu-ilmu sosial. Diharapkan lembaga ini bisa memenuhi kebutuhan tenaga sosial profesional untuk panti-panti ini.  Baginya, saat ini sudah ada tenaga pekerja sosial profesional dan biarkan para profesional ini mengerjakan sesuai keahliannya.

Bagaimana dengan status hukum lembaga ini?
Seiring dengan perkembangan waktu, APS ini akhirnya terdaftar di Dirjen Dikti terdaftar tahun 1998. APS ini berada dalam naungan Yayasan Kesetiakawanan NTT, sementara statusnya itu terdaftar sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1998, No 15/J/O/ tahun 1998 dan zjin perpanjangan operasional dari Diknas 15 Juni 2005. Kemudian seiring dengan perkembangan itu, maka pada tahun 2012 lalu kita sudah terakreditasi B. Dan, ini merupakan satu-satunya lembaga pendidikan program D3 di NTT yang memiliki klasifikasi akreditasi B. Memang sebagian besar sudah terakreditasi dan banyak yang akreditasi C, kalau kita akreditasi B.

Bagaimana dengan lulusan dari lembaga ini?
Perkembangan jumlah output dari APS ini langsung diterima di pasar kerja. Kebanyakan orang melihat perguruan tinggi besar dan masuk ke sana, kita mungkin karena kecil karena hanya D3 saja dan hanya satu jurusan saja, jadi orang kurang berminat. Padahal hampir semua lulusan dari sini langsung diterima kerja.

Anda mengatakan pekerja sosial. Apa yang dimaksud dengan  pekerja sosial itu?
Pekerja sosial adalah seseorang yang sudah dibekali dengan ilmu pengetahuan yang tentang profesional pekerja sosial untuk menangani klien atau orang-orang bermasalah sosial. Ada dua tipe yaitu tipe masalah sosial dan tipe penyandang masalah sosial. Kalau masalah sosial itu seperti rumah tidak layak huni, fakir miskin dan lainnya. Kalau penyandang itu ditujukan kepada orang atau manusia. Penyandang masalah sosial seperti  keluarga rumah tidak layak huni, keluarga fakir miskin, keluarga terlantar, anak terlantar, lanjut usia terlantar, eks narapidana kemudian masyarakat yang tingga di daerah terpencil, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Itu termasuk penyandang masalah sosial. Sementara masalah sosial seperti masalah fakir miskin, rumah tidak layak huni.

Jadi, lembaga ini mendidik orang-orang yang bisa menangani masalah-masalah itu!
Iya, lembaga ini mendidik orang  tentanfg tata cara penanganan masalah sosial dan penyandang  masalah sosial, menggunakan beberapa metode. Ada dua metode yaitu metode pokok dan metode bantu. Metode pokok adalah pertolongan terhadap individu, kemudian pertolongan terhadap kelompok dan organisasi pengembangan masyarakat ditambah metode bantu seperti penelitian kesejahteraan sosial, kemudian aktif sosial, administrasi sosial dan aksi sosial. Kalau aksi sosial, kita sudah turun ke lapangan. Banyak orang hanya tahu masalah sosial hanya keluarga miskin atau penerima raskin, padahal masalah sosial banyak seperti anak terlantar, anak putus sekolah, eks narapidana, penyandang tunas susila, pengguna obat-obat terlarang dan narkotika.

Lalu apa yang dimaksud dengan tenaga pekerja sosial profesional?
Inilah. Kadang-kadang orang berpikir semua pekerja sosial itu sama. Pekerjaan membantu orang itu dianggap sebagai pekerja sosial. Tetapi ini ditekankan pada pekerja sosial profesional. Artinya orang yang sudah dibekali dengan ilmu pengetahuan tentang cara-cara proses pertolongannya, kemudian metode atau teknik pertolongannya serta etika dalam proses pertolongan. Itu yang disebut dengan pekerja sosial profesional. Semua orang dapat dikatakan pekerja sosial, makanya dalam beberapa kesempatan perdebatan selalu dibilang pekerja sosial semua sama. Sebenarnya tidak demikian. Pekerja sosial bisa saja semua sama tetapi tidak untuk pekerja sosial profesional. Karena pekerja sosial profesional itu sudah dibekali dengan ilmu pengetahuan atau latar belakang pendidikan tentang pekerjaan sosial. Dan, Akademi Pekerja Sosial (APS) Kupang ini merupakan satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia timur yang membidangi khusus pekerja sosial.

Apakah lulusan dari sini bisa disebut berprofesi sebagai pekerja sosial?
Memang pernah juga ada pertanyaan apa hubungan akademi pekerja sosial dengan Dinas Sosial Propinsi. Ok-lah saya katakan hubungan APS dengan Dinas Sosial Propinsi maupun kabupaten/kota. Secara struktural kami beda tapi secara profesi kami sama. Karena output APS ini bisa ditempatkan, bahkan diminta dinas sosial untuk menjadi tenaga pendamping di panti-panti sosial baik negri maupun swasta.

Anda katakan tenaga profesional pekerja sosial ini masih kurang di NTT, sementara di panti-panti sosial masih banyak yang menggunakan tenaga umum. Apa pengaruhnya untuk masalah sosial ini?
Dampaknya memang sangat besar untuk perkembangan klien tersebut. Ada banyak panti jompo, panti anak. Perkembangan anak tersebut kalau ditangani orang  umum bukan berdasarkan keahlian, maka akan berdampak pada proses pendidikan anak itu. Tidak mudah untuk mengembalikan orang-orang yang bermasalah sosial menjadi orang-orang lain, layaknya orang umum. Ada etikanya dalam pengananan masalah sosial, seperti namanya klien dikasih singkat. Nah, bagi pekerja sosial punya pirinsip- prinsip relasi pertolongan. Ada yang disebut dengan prinsip konvidensialitas atau kerahasiaan, ada prinsip sikap tidak menilai dan meghakimi klien. Kalau seorang pekerja sosial tidak memiliki keahlian, maka dia menjadikan seorang klien itu seperti narapidana.

Tetapi dalam ilmu pekerja sosial menyebutkan bahwa mereka adalah manusia yang kita bina dengan cara-cara atau dengan teknik yang ada sehingga mereka itu layak sama seperti dengan manusia lain. Saya ambil contoh lainnya adalah penanganan penyandang cacat mata. Banyak orang yang mengatakan kamu buta ya sudahlah buta saja, tetapi kita harus upayakan bahwa orang buta ini bisa sejajar dengan orang yang normal pada umumnya. Dalam proses itu tidak semua bisa. Contoh lainnya, membimbing penyandang bisu tuli. Tidak semua bisa menganani itu. Harus bisa memberikan mereka bagaimana cara berbicara  dengan menggunakan beberapa cara. Berbicara dengan bisu tuli misalnya dengan perhitungan-perhitungan.

Masalah sosial apa saja yang paling menonjol di NTT?
Kalau di NTT ini sebetulnya masalah sosial yang paling menonjol adalah daerah rawan bencana, kemudian anak terlantar, keluarga fakir miskin, remaja putus sekolah dan keluarga rumah tidak layak huni . Dari sekian banyak masalah sosial, ada satu yang paling besar itu adalah keluarga fakir miskin.

Dikatakan besar dan paling menonjol karena masalah ini bisa melahirkan masalah-masalah sosial lainnya. Saya ambil contoh dari keluarga fakir miskin bisa melahirkan anak terlantar, dari keluarga fakir miskin bisa melahirkan keluarga rumah tidak layak huni. Dari keluarga fakir miskin bisa melahirkan anak putus sekolah. Dari keluarga fakir miskin bisa melahirkan masalah seperti bayi terlantar atau lanjut usia terlantar. Memang di NTT tidak ada gelandang atau pengemis seperti di Jawa, tapi di akhir-akhir dari pantauan kita dan penelitian mahasiswa,sudah sudah ada anak jalanan. Anak jalanan ini juga termasuk masalah sosial. Artinya mereka pekerja di bawa umur, mencari penghasilan sendiri di bawa umur dengan tidak memiliki tempat tinggal yang jelas.

Masalah fakir miskin dihilangkan dengan perbaikan ekonomi, lalu apa peran tenaga profesional pekerja sosial ini?
Peran pekerja sosial profesional dalam mengatasi kemiskinan karena masalah sosial ini adalah penyakit. Ketika ada penyakit ini, kita harus periksa untuk mendapatkan obat yang tepat. Obat ini untuk ke sumber penyakit itu. Kalau menangani masalah fakir miskin di daerah pedesaan, maka kita mencari sumber permasalahan yang dapat digali dalam desa itu sendiri. Sumber penyakit itu bisa dari dalam dan dari luar. Jadi sistem sumber itu adalah obat untuk mengatasi penyakit permasalahan sosial, khususnya permasalahan fakir miskin.

Apa saja pencetus masalah kemiskinan di NTT dan apakah bisa dhilangkan?
Sebetulnya masalah fakir miskin ini kita sudah bicarakan dalam beberapa pertemuan, baik dengan Dinas Sosial Propinsi NTT maupun Balai Diklat, bagaimana mengatasi fakir miskin di NTT. Jujur saja kenapa di NTT  keluarga fakir miskin tidak berkurang bahkan terus bertambah setiap tahunnya. Ini karena, pertama,  budaya dan adat istiadat di NTT yang membuat orang NTT bukan makin hari makin baik tapi makin miskin.

Terus terang untuk menghilang keluarga fakir miskin berdasarkan yang saya sudah baca dan penelitian, untuk NTT memang sangat sulit tapi untuk menguranginya bisa. Memang seperti mustahil menghilangkan keluarga fakir miskin, kendalanya budaya dan adat istiadat. Misalnya, budaya pesta yang besar-besaran, budaya pemotongan hewan yang besar-besaran dan adat istiadat yang sangat kental. Ada budaya-budaya daerah tertentu yang kalau ada kematian, maka dia harus bunuh kerbau lima ekor, babi 10 ekor. Saya pernah ke Kecamatan Amabi Oefeto, ketika didata mereka sebenarnya tidak miskin tetapi yang membuat mereka demikian adalah adat budaya mereka yang kental. Mereka punya rumah kelihatan sudah tidak layak huni, tapi ketika ke belakang dan ditanya sapi ada berapa, lalu dijawab 90 ekor, ada yang bilang 100 ekor.

Sementara anak-anak mereka hanya tamat SD saja dengan alasan tidak bisa lanjut karena tidak ada biaya. Tetapi mereka gengsi ketika jumlah sapinya berkurang. Makanya ketika saya mengubah pola pikir kenapa sapi 10 ekor buat rumah semi permanen sudah bisa. Tetapi mereka bilang tidak mau dengan alasan sapi tetangga bisa lebih banyak. Itu karena adat yang mereka pegang itu membuat mereka gengsi sehingga pada akhirnya budaya itu tidak hilang sehingga pendidikan begitu saja, rumah juga begitu saja,  tidak layak huni.

Penjelasan Anda bisa menggambarkan bahwa tenaga pekerja sosial profesional ini sangat strategis. Bagaimana pendapat Anda dengan sikap pemerintah yang belum memaksimal tenaga pekerja sosial profesional ini?
Nah itu yang saya sangat sesalkan. Saya pernah ngobrol dengan Kadis Sosial Propinsi, saya bertanya kenapa mahasiswa saya sering praktik di panti-panti situ tapi penempatan tenaga termasuk honorer saya lihat kebanyakan tidak sesuai dengan bidang pekerjsa sosial. Orang yang menangani pekerjaan di panti itu ada sarjana hukum, sarjana pendidikan dan lainnya, sementara sarjana pekerja sosial hampir tidak ada. Lulusan APS yang kerja di Panti Jompo itu ada sekitar delapan orang dan mereka rata-rata sudah honorer. Bahkan ada yang sudah PNS sebagian tapi menempatkan orang-orang baru lulusan APS mereka tidak perhatikan. Pada akhirnya Piter Manuk hanya mejawab nanti saya pikirkan itu.

Ketika Anda memilih masuk ke perguruan tinggi pekerja sosial itu, kenapa Anda mau sekolah itu?
Sejujurnya manusia itu memiliki motivasi yang berubah-ubah. Bahkan pada awal masuk sekolah, dia tidak tahu untuk apa sekolah itu. Waktu saya masuk ke STKS Bandung, saat itu Timor Timur masih bagian NKRI. Saya dikirim dari sana. Setelah sampai di sana baru saya belajar proses penanganan masalah sosial dan sebagainya, bahkan cita-cita awal saya adalah hanya ingin jadi guru biasa, bukan guru yang membidangi pekerjaan sosial.  Dan ketika sudah jalan, akhirnya saya punya keterpanggilan untuk masuk menjadi dosen di APS ini. Saya mengajar dua mata kuliah yaitu komunikasi dan relasi pekerja sosial dan metode dan pertolongan pekerja sosial dan etika dan filsafat pekerja sosial. Pekerja sosial punya etika, pekerja sosial punya metode dan teknik, pekerja sosial juga punya relasi dan teknik menghadapi orang yang bermasalah. Kita tidak bisa sembarang memperlakukan mereka seperti kita dan saya ketika kuliah punya ketertarikan tersendiri mengani orang-orang yang bermasalah sosial.

Berapa jumlah panti sosial di NTT?
Total panti di NTT ada sekitar 148, negeri maupun swasta. Minimal setiap panti menempatkan satu orang pekerja sosial. Sementara ouput kita masih sedikit. (alfred dama)


DATA DIRI

* Nama : Marianus Jago, S.St
* Jabatan : Pembantu Direktur I APS Kupang
* Tempat Tanggal Lahir : Mauponggo 15 Oktober 1972

* Pendidikan :
   -  SDK Wolosambi tamat 1986
   - SMPK Wolosambi Tamat 1989
   - SMAK St Clemens  Boawae Tamat 2002
   - S1 STKS Bandung
 
Editor: alfred_dama
Sumber: Pos Kupang   

No comments :

Post a Comment